Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

VALENTINE FOR PALESTINE




Antusias remaja Madiun untuk peduli pada sesama remaja di Palestina diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan secara spontan yang diserahkan pada saat berlangsungnya acara Seminar Valentine for Palestine di Giant Supermarket Madiun. Acara yang berlangsung mulai pukul 08.00 pagi dan diisi oleh Muhammad Chudzil Chikmat ini menarik 300an peserta dari SMP dan SMA se kota Madiun, saya juga ikut lhooo.




Acara yang digelar dengan topik Valentine For Palestine ini digelar untuk meluruskan pola pikir remaja terutama di kota Madiun terkait dengan moment Valentine yang mendunia. Acara ini sekaligus dimanfaatkan untuk menyentil kepedulian pada teman-teman mereka yang ada di daerah konflik seperti Palestina saat ini.

Sejak awal peserta sudah dipompa dengan semangat yang tinggi. Peserta hadir sebelum pusat perbelanjaan ini buka. Peserta memasuki area seminar dan melakukan registrasi disambut dengan musik-musik bertema palestina. Sambutan LMI Madiun oleh Kepala Divisi Program dilanjutkan oleh Kristianita untuk melaunching Cafe Gaul sebagai wadah pembinaan dan kreasi remaja kota dan kabupaten Madiun menambah semangat peserta dengan komunikasi yang perfect.

Chikmat mengemas mengawali seminar dengan gaya pelatihan. Diawali dengan pengkondisian peserta. Setelah peserta terkondisi dengan Game-game ringan Chikmat mulai mengulas sejarah Valentine.

Valentine sendiri menurut Chikmat adalah sebuah tradisi yang merupakan perpaduan budaya Romawi yang dibalut dengan budaya Nasrani setelah pendudukan bangsa Romawi oleh pasukan Nasrani. Sementara para pendeta nasrani sendiri telah melarang dilakukannya perayaan Valentine. Ternyata menurut Chikmat, Budaya ini tetap berlanjut tidak lepas dari bisnis besar dunia yaitu COKELAT.

Mengulas relita dengan sangat menarik adalah salah satu keahlian Chikmat. Dikemas dengan pemutaran musik musik yang sedang Hit menjadikan seluruh peserta terhanyut dan seakan mengulang lagi seluruh memori yang telah terukir.

Penyadaran dan pengingatan tidak cukup disitu. Peserta diajak berpikir realistis dan merencanakan sebuah aksi ke depan, meningkatkan semangat belajar dan meretas cita-cita di masa yang akan datang.

Bagian berikutnya Chikmat membahas masalah Cinta dan freesex. Bagaimana Cinta menurut Islam dan bagaimana Cinta yang berdasarkan nafsu. Ilustrasi tidak lepas dari setiap pembahasan Chikmat. Peserta juga disuguhi kisah-kisah nyata orang yang jatuh cinta dan kemudian mendapatkan jodoh mereka dengan ijin Allah.

Pada pembahasan freesex, chikmat mengawali dengan budaya pergaulan remaja saat ini. Dilanjutkan dengan menunjukkan akibat yang harus ditanggung oleh para pelaku freesex, dari sisi moral, sosial dan kesehatan. Terungkap dari apa yang disampaikan Chikmat, di Indonesia terjadi 3 peristiwa Aborsi setiap hari. Tak lupa Chikmat Menampilakn komentar ahli kesehatan yang mengetahui persis hukum Islam. Dikatakan olehnya, bahwa abosri diperbolehkan dalam Islam dengan catatan, hal itu hanya boleh dilakukan jika kondisi kehamilan membahayakan sang Ibu atau ibu sekaligus anaknya. Syarat kedua adalah bahwa sang janin belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Peserta dibuat histeris oleh Chikmat, ketika diputar film proses aborsi, anak-anak korban aborsi dan bagaimana perlakuan terhadap janin pasca aborsi.

Pembahasan Chikmat yang mengaku biasa mengisi pelatihan untuk semua kalangan ini juga tidak lepas dari sentuhan ayat-ayat Quran dan hadits Rasulullah. Pemaparan panjang Al Quran dan Al Hadits Chikmat memberikan keseimbangan dari semua tayangan yang disampaikan dengan vulgar dan apa adanya.

Di bagian akhir, Chikmat membuat peserta menangis dan tersujud lama dengan penyadaran yang dilakukan. Penyadaran pertama dengan berdiri, peserta mulai menangis, sebagian terduduk dan yang lain sudah bersujud. Ketika peserta diminta untuk duduk semakin banyak yang ikut bersujud, dan ketika peserta diminta untuk bersujud, gema tangispun semakin menggema.

Pada bagian akhir Chikmat mengajak untuk peduli dengan sahabat-sahabat mereka, dengan saudara-saudara seusia mereka di Palestina. Pada momen ini Chikmat mengajak untuk membantu mereka dengan apapun yang mereka bisa. Chikmat mengajak peserta untuk menyisihkan uang sakunya untuk mereka. Bantuan untuk remaja-remaja palestina yang terkumpul pada saat seminar berjumlah 1.050.000 akan disaluran oleh LMI Madiun. Terima kasih remaja madiun, kalian adalah generasi masa depan yang peduli.

sumber : http://lmimadiun.blogspot.com

» Read more....

Akibat Serangan Israel, Sektor Pendidikan di Libanon dan Palestina Berantakan

Masalah pendidikan di Selatan Libanon, adalah permasalahan besar akibat perang yang dilancarkan Zionis Israel. Pasukan udara Zionis Israel telah mempertontonkan kebiadabannya dengan menghancurkan ratusan sekolah di Selatan Libanon. Sektor pendidikan di Libanon mengalami ancaman yang sangat berbahaya bukan hanya kehancuran fasilitas pendidikan, tapi juga menurunnya kualitas pengajar dan ketidakmampuan keluarga untuk membiayai pendidikan.

Menteri pendidikan Libanon, Khaled Qabany, mengatakan, “Dana untuk menutupi kebutuhan biaya sektor pendidikan tahun depan telah dipakai untuk memperbaiki fasilitas pendidikan yang hancur oleh serangan Israel. Jumlah dana yang dibutuhkan sekitar 70 juta dolar.”

Ia juga menjelaskan bahwa pada pertemuan solidaritas pertama untuk pendidikan di Libanon, yang diselenggarakan Menteri Pendidikan, bekerjasama dengan Unicef dari PBB, dana pembangunan meliputi pembangunan gedung dan pembelian sarana dan prasarana sekolah, serta pelatihan bagi guru-guru dan pengembangan kurikulum.

Qabany mengatakan, jumlah sekolah yang hancur akibat serangan udara Israel, lebih dari 300 gedung sekolah. Padahal tahun ajaran baru 2006-2007 di Libanon akan dimulai pada tanggal 9 Oktober mendatang. Di samping itu, serangan Zionis Israel yang dimulai sejak 21 Juli, menyebabkan satu juta orang mengungsi ke berbagai daerah dari Libanon Selatan.

Di Jalur Ghaza, Palestina, sektor pendidikan juga mengalami problema serius akibat agresi Israel. Para orang tua sudah tidak mampu lagi menunaikan biaya sekolah mereka karena kondisi ekonomi yang semakin menurun. Seorang karyawan di pemerintahan Palestina, Muhammad Abu Murr mengatakan, dia tidak mampu lagi membayar biaya pendidikan sejak dimulainya tahun ajaran baru karena perekonomian yang semakin tak menentu melanda Palestina.

Abu Murr yang hidup di tenda pengungsian Khan Yunis, selatan Ghaza, mengatakan, “Saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan. Tahun ini saya tidak mampu membeli apapun untuk anak-anak saya. Tidak mampu membeli pakaian sekolah, buku-buku dan peralatan sekolah.” Selain Abu Murr masih ada sekitar 160 ribu orang karyawan lagi yang tidak menerima gaji sejak bulan Maret karena isolasi ekonomi yang dilakukan Israel, pascakemenangan Hamas di Palestina.

Di Palestina, tahun ajaran baru harus mulai berjalan sejak bulan September ini. Namun melihat sikon perekonomian Palestina, tidak ada yang tahu, apakah roda pendidikan di Palestina akan berjalan atau tidak. Di samping banyak keluarga yang tidak mampu membayar biaya sekolah untuk anak-anak mereka, muncul pula kemungkinan aksi mogok mengajar yang dilakukan sejumlah guru lantaran mereka tak menerima honor mengajar sebagaimana mestinya.

» Read more....

UU BHP Tidak Mengarah Privatisasi Perguruan Tinggi

Jakarta ( Berita ) : Pemerintah dan DPR sepakat melanjutkan pembahasan dan penuntasan RUU bidang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan jika telah menjadi UU maka pemerintah dan DPR akan membatasi kecenderungan munculnya privatisasi dan komersialisasi di dunia pendidikan.

Demikian penjelasan Ketua Panja RUU BHP DPR Anwar Arifin di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (2/06) setelah Rapat Pembahasan RUU BHP bersama Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo serta Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta.

Dia mengemukakan, dalam menyusun RUU BHP, DPR membutuhkan masukan dari kalangan perguruan tinggi, forum rektor dan majelis-majelis perguruan tinggi. Selain itu juga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Selain membatasi kecenderungan munculnya privatisasi di dunia pendidikan, UU BHP juga mempertahankan keberadaan yayasan yang mendirikan atau mengelola lembaga pendidikan.

“Pihak yayasan tidak perlu khawatir akan dibubarkan dengan adanya UU BHP,” katanya.

Dia mengakui, ada pihak yang khawatir bahwa UU BHP akan menaikkan anggaran pendidikan, termasuk SPP. Karena itu, DPR akan menetapkan bahwa anggaran pendidikan, terutama SPP akan ditetapkan berdasarkan kemampuan orang tua anak didik.

Anggaran akan ditetapkan secara dinamis, proporsional dan menerapkan azas keadilan, artinya, orag tua yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi diharapkan memberi sumbangan pendidikan lebih tinggi, sedangkan orang tua yang miskin kalau perlu anaknya digratiskan.

Â

Walau terlambat

Anggota Komisi X (bidang pendidikan) DPR RI Ferdiansyah mengemukakan, pengajuan RUU BHP meskipun agak terlambat, tetapi tetap penting agar setiap penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berbadan hukum.

Keberadaan UU BHP sebagaimana amanat UU tentang Sisdiknas akan memperjelas arah dunia pendidikan nasional, namun juga harus memperhatikan ketentuan yang telah ada sebelumnya.

Fraksi Golkar akan konsisten terhadap semangat Pasal 53 UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dan penjelasannya serta akan berusaha keras untuk mensinkronkan dan mengharmoniskan dengan UU lain, seperti UU tentang Guru dan Dosen, UU Yayasan, UU Perbendaharaan Negara, UU Keuangan Negara dan UU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ferdiansyah menyatakan, masyarakat pendidikan menginginkan agar UU BHP dapat menjadi “payung” bagi segenap keanekaragaman penyelenggaraan pendidikan yang sudah ada. Masyarakat menghendaki agar negara tetap menjadi penanggung jawab utama dunia pendidik.

“UU BHP tidak boleh menjadi pintu keluar bagi pemerintah untuk lepas tangan dari tanggung jawab menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi setiap warga negara,” katanya.

Dia juga menyatakan, UU BHP tidak boleh menjadi sarana privatisasi dan komersialisai dunia pendidikan. Dalam kaitan ini, Golkar mengusulkan badan hukum pendidikan berbadan hukum publik dan badan hukum perdata.

Badan hukum pendidikan bagi penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan pemerintah atau pemerintah daerah adalah badan hukum publik yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah atau peraturan daerah.

Dengan demikian asetnya milik negara dan tenaga pendidiknya adalah PNS.

Badan hukum pendidikan bagi penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan masyarakat adalah badan hukum perdata yang ditetapkan dengan akte notaris, bersifat nirlaba, transparan dan akuntabel untuk pelayanan bagi peserta didik.

Jika UU Yayasan tidak dapat menjadi ‘payung hukum” bagi satuan pendidikan yang bersifat nirlaba, pendiri dan pengurus yayasan dapat mendirikan badan hukum pendidikan tanpa harus membubarkan yayasan.

“Aset yayasan tetap milik yayasan dan dapat disewakan kepada BHP yang diatur dalam AD/ART yang disusun pendiri,” katanya.

Badan hukum pendidikan yang didirikan pemerintah atau pemerintah daerah dapat disebut BHPP, sedangkan yang didirikan masyarakat dapat disebut BHPM. (ant)

» Read more....

Mari Belajar


Mari Belajar
Oleh Imam Mawardi Rz (abihan)

...yang seharusnya menjadi perhatian kita adalah bagaimana belajar menjadi bagian dari hidup. Sejak kecil sudah harus diperhatikan pola belajar dalam keluarga, tentunya yang menarik, menyenangkan dan ada unsure bermain di dalamnya. Karena dunia anak sendiri adalah dunia permainan. Sebagaimana konsep belajar di usia dini, bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain, begitu pula sebaliknya. Belajar tidak harus dari buku, justru pada masa kanak-kanak belajar yang sesungguhnya adalah interaksi fisik, pengembangan motorik halus dan motorik kasar yang dipadukan dengan pola sikap guru, pembimbing, pamong dan atau orang tua yang mampu mentransfer nilai-nilai. Bukankah pribadi-pribadi “pendidik” merupakan kurikulum tersendiri yang porsinya hampir 80% akan dicerna anak didik. Oleh sebab itu peran pendidik di masa ini menjadi sangat penting. Akan di bawa kemana anak-anak?

Keluarga menjadi sekolah yang utama, dimana nilai-nilai ditransformasikan pertama kali dan sepanjang waktu. Marta Santos Pais dalam tulisannya mengenai Rights of Children and the Family mengungkapkan:
The Family is particularly well placed to be the first democratic reality the child experience—a reality shaped by the values of tolerance, understanding, mutual respect, and solidarity, which strengthens the child’s capacity for informed participation in the decisionmaking process.(Keluarga seharusnya ditempatkan secara khusus sebagai realitas demokratis pertama yang dialami anak, yakni realitas yang di bangun dari nilai-nilai yang mencerminkan toleransi, pengertian, interaksi saling menghormati, dan solidaritas. Ini akan menguatkan kapasitas anak untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan.)

Belajar, menjadi penting. Keluarga saling belajar, lewat interaksi keseharian dari hal yang kecil, sampai membuat keputusan bersama. Tentunya semuanya dibingkai dengan aklak dan keimanan. Kalau orang tuanya jamaah sholat lima waktu di masjid, menjadi pembelajaran tersendiri bagi anak-anak. Orang tua mengaji Al-Qur’an, anak-anak akan mudah diarahkan untuk membaca Al-Qur’an. Menyuruh belajar anak-anak, orang tua juga harus belajar, bukan anak belajar tapi orang tua nonton sinetron. Hal yang demikian harus dibiasakan secara konsisten dan menjadi tanggung jawab bersama seisi keluarga.

Kalau kesadaran menjadi manusia belajar sebagai obsesi, barangkali inilah hidup yang sebenarnya. Dimulai sejak kecil dari tradisi keluarga, hidup akan mengalir. Dari pengalaman kecil yang gagal, sampai pengalaman yang menyentuh nurani. Bukankah tidak ada kegagalan dari hidup ini, justru karena kegagalan kita akan kuat, dan menemukan ide-ide kreatif serta tidak gampang terjebak dengan fenomena yang menyesatkan, kuncinya karena kita belajar.

Ta’alam fainnal ilmu zainun liahlihi, demikian yang tertulis dalam ta’limul mutalim, yang artinya belajarlah sesungguhnya ilmu menjadi perhisan bagi siapa saja yang mau belajar.

» Read more....